Tampilkan postingan dengan label pikiran lewat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pikiran lewat. Tampilkan semua postingan

Right After 'The Da Vinci Code'

Senin, 28 Juli 2014

"Artinya, sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Ketika dua kebudayaan berbenturan, yang kalah dihapuskan dan yang menang menulis buku-buku sejarah—buku-buku yang memuliakan perjuangan mereka sendiri dan meremehkan musuh yang tertaklukkan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Napoleon, ‘Apakah sejarah, selain dongeng yang disetujui?’ Berdasarkan sifatnya, sejarah selalu merupakan catatan dari satu sisi."

--Tokoh Leigh Teabing dalam novel karya Dan Brown, The Da Vinci Code.


Ah, aku harusnya belajar lebih serius di pelajaran Sejarah waktu SMA. Sepertinya hal-hal seperti ini banyak dibahas di bab-bab awal Sejarah kelas X. Sifat sejarah, fungsi sejarah, sumber-sumber sejarah, dan yah, maaf karena memoriku tertimbun sejarah pembentukan sel darah merah (yang juga penting).


Dulu aku memandang sejarah sambil lalu, sambil memikirkan Gerak Melingkar Berubah Beraturan yang lebih ditekankan oleh sekolah. Oke, aku tahu sejarah itu penting, sejarah itu seperti perjalanan hidup, tapi ya cuma seperti itu.


Dulu belum terpikir bahwa hidup ini seperti suatu siklus, apa yang terjadi sekarang mungkin sudah pernah terjadi di masa lalu. Rabies membuktikan. Sebagai re-emerging disease, dia ada, lalu hilang, tetapi muncul lagi. Atau siklus Polybius yang pernah diajarkan di kelas XII, yang menyatakan sifat kepemimpinan akan berputar dari monarki, tirani, aristrokrasi, oligarki, demokrasi, oklokrasi, lalu kembali ke monarki lagi. Sejarah berulang.


Dulu belum terpikir juga bahwa sejarah bisa diubah oleh sekelompok orang berkepentingan. Mengubah yang benar, atau menyembunyikan yang benar. Ini terjadi kok pada sejarah kesultanan Ustmani yang sangat berjaya di masa lalu (walaupun akhirnya kolaps). Sewaktu sekolah, seingatku hanya ada kisah tentang zaman prasejarah, lalu lompat ke masa Hindu-Budha. Bahkan ketika membahas masa Islam, sama sekali tidak disinggung tentang Ustmani. Walaupun tidak mendetail, malah sempat dibahas tentang Revolusi Industri. Lalu yang aku ingat hanya kisah-kisah perang dunia, kolonialisme di Indonesia, dan ya masuk ke orde lama-orde baru. Kalau tidak diceritakan oleh seorang ketua Rohis yang kebetulan sekelas dan maniak Ustmani, mungkin aku tidak tahu Eropa pernah masuk abad kegelapan.


Oke, sekarang aku bisa memahami perasaan guru Sejarahku yang sangat sensitif dengan kelakuan anak-anak IPA waktu itu. Anak-anak yang bertingkah seolah-olah kasta mereka lebih tinggi. Padahal ya biasa aja.


Aku berdoa semoga adik-adikku yang masih di bangku sekolah mendapat trigger untuk mempelajari Sejarah dengan serius. Mengapa? Yah, yakinlah ketika mereka masuk sekolah yang berhubungan dengan IPA, mereka butuh kemauan dan kerja agak keras untuk mendapatkan kuliah Sejarah.


(No, science is still my passion (yeah, at least my motoric cortex force me to write so). I just want to look at the other side for a while. It is human that makes science seems interesting, right?)


Already posted on my Tumblr
anggivish.tumblr.com

Seperti Itulah

Bayangkan kamu punya suatu barang. Kamu punya andil dalam pembuatan barang tersebut. Bayangkan barang itu adalah kreasimu, hasil pemikiran dari inspirasi-inspirasi yang datang padamu, dan dapat mengungkapkan apa yang kamu inginkan sebenarnya. Bagaimana rasanya? Bangga bukan? Hal itu akan terus merasuk di pikiranmu bahwa jerih payahmu menghasilkan sesuatu yang nyata. Entah bagaimana kata orang, baik ataupun buruk, tidaklah mengubah fakta bahwa barang itu adalah milikmu.

Bayangkan juga kamu dapat hidup dalam usia yang panjaaaaaaaaaang, sehingga dapat melihat bentuk selanjutnya dari kreasimu di masa depan. Walaupun banyak usulan membangun dan memodifikasi hasil karyamu sesuai dinamika waktu, karyamu tetap menjadi karyamu. Seyogjanya kamu tidak akan lupa. Seharusnya semangat itu akan terus ada ketika kamu berjumpa dengannya. Kamu bisa mengapresiasi lebih dari orang lain karena itu milikmu, sesuai dengan jiwa yang terbentuk di dalam tubuhmu, dan yang paling penting, kamu mengerti dan memahami.

Seperti itulah budayamu, kawan. Cobalah mengerti budaya-budaya luhur bangsamu karena itu lah milikmu. Percayalah jika kamu mau, memahaminya tidak akan butuh waktu lama. Jiwa itu sudah tertanam, sesuai dengan pondasi berpikir kita. Cobalah buka hati dan pikiran untuk apa yang menjadi milik kita. Ingat, milik kita, milik kita, milik kita. Bukalah untuk apa yang menjadi milik kita.

Ya, seperti itulah…

Pahamilah bahwa dibalik dua jam sendratari tidak hanya ada penari-penari. Lihatlah bagaimana cara mereka menyampaikan, membuat kita mengerti melalui keindahan, cara mereka berjuang, membuat tiap hembusan napas mempunyai arti, dan yang terpenting menunjukkan cinta dibalik itu semua.

Lihat…
Itu masih menjadi milikmu sekarang.

Yogyakarta, 11 April 2014
Pukul 23.20
Seusai menonton sendratari Ramayana yang memukau.

Already published on my Tumblr
anggivish.tumblr.com

Isi Hati Pengisi Soal UN

Minggu, 15 April 2012

Yak, seperti yang sudah diberitakan dimana-mana, hari ini Ujian Nasional (UN) SMA. Kalau tahun-tahun sebelumnya saya cuma bisa nyemangatin kakak-kakak kelas, tahun ini saya jadi peserta. Lalu, kenapa saya malah ngeblog? -_-


Sebenarnya saya mau curhat nih. (Apa deh...) Pertama, berita di televisi itu pada kurang update atau bagaimana ya? Masa kebanyakan diberitakan kalau UN jadi penentu utama kelulusan? Kalau itu diberitakan tiga tahun yang lalu sih, emang bener. Tapi kan sekarang ada Ujian Sekolah (US) dan nilai raport juga yang menentukan.

Jadi begini sistemnya. Nilai akhir ujian itu akumulasi dari 60% UN dan 40% nilai sekolah. Nah nilai sekolah itu adalah 60% nilai US dan 40% nilai raport. Untuk bisa lulus, nilai akhir harus lebih dari atau sama dengan 5,5 dan tiap mapel UN minimal 4,0. Begitu...

Oh, saya tahu sekarang. Mungkin orang-orang pikir nilai sekolah lebih bisa "diuwik-uwik" daripada nilai UN kali ya? Kalau belum ngerti makna diuwik-uwik, begini penggambarannya:

Sekolah saya (Alhamdulillah) sekolah yang dipandang unggulan. Kata banyak orang, kemungkinan besar kami akan lulus (amin). Tapi kan ya optimis itu bohong namanya kalau nggak usaha. Iya kan? Saya ikut bimbel yang memang satu kelas isinya anak-anak dari sekolah saya semua. Pas UN memang nggak ada pelajaran tambahan dari bimbel. Nah pas ditanya kenapa, ada guru bimbel bilang gini, "Kalau kalian, nggak usah dikasih tambahan deh ya. Istirahat aja, saya yakin kalian lulus. Kalau dulu kan bener-bener nilai UN yang cuma dipakai, tapi sekarang ada nilai sekolah. Kalian pasti nggak tahu nilai US kalian berapa. Nah disitu sekolah "main". Kalau semisal nilainya lima, ya ditambah sedikit lah jadi delapan." Glek! Masa sih beneran gitu? Ya memang sih soal-soal US itu yang bikin guru-guru sekolah sendiri, tapi saya belum tahu yang mengoreksi US itu guru-guru sekolah lain atau guru-guru sendiri juga.

Sudah ngerti kan penggambaran "diuwik-uwik"? Saya nggak sepenuhnya percaya dengan pendapat guru bimbel saya itu, tapi juga nggak sepenuhnya menyangkal. Jadi mungkin itu pendapat media masa tentang UN tetap menjadi penentu yang terkesan utama.

Curhatan kedua, disamping UN memang menakutkan, kenapa sih media massa kesannya menambah-nambahi kengerian yang sudah ada? Seminggu sebelum UN, banyak berita di koran tentang UN itu sendiri. UN, Guru Curang Diancam Pidana. Kunci Jawaban UN Beredar Lewat SMS. UN, Turunkan 100 Personil. Soal UN SMA Sederajat Kampar Dikumpulkan di Polres.

AAAAAAAAHHHH... Bagaimana tadi saya mengerjakan kok santai-santai saja? Apakah saya kelewat santai? Apakah malah saya sudah siap? Kok kayanya diluar sana penyelenggara UN amat heboh?

Saya jadi dapat satu kata untuk UN: heboh.

Ketiga, kenapa sih UN SMA paling heboh diberitakan dan dilaksanakan? Sampai-sampai ada lima paket soal yang beda. Padahal kan SMP juga ada UN, bahkan SD pun ada UASBN.

Dalam pikiran saya ada tiga alasan untuk ini. Satu, UN SMA paling menentukan untuk masa depan. Maksud saya, kalau SD, kan masih lanjut SMP dan SMP masih lenjut ke SMA. Masih dalam bentuk sekolah gitu loh. Kalau SMA sudah bukan bentuk sekolah, melainkan perguruan tinggi yang hubungannya sama dunia kerja. Dua, mungkin soal UN SMA lebih susah daripada soal UN SMP. (Ya iyalah, Nggi...) Eits, maksud saya rasanya lebih susah UN SMA bagi anak-anak kelas XII daripada UN SMP bagi anak-anak kelas IX. Apalagai kelas VI. Tiga, SMA memang masa-masa heboh.

Keempat, ya bagaimanapun UN must go on. Setelah UN juga ada SNMPTN yang lebih ngeri (katanya). Ntar deh kalau sempet dan kalau ikut, saya juga ngepost tentang SNMPTN deh.

Bagian ini saya gunakan untuk memotivasi diri sendiri ya. Hehe.

Tetap optimis, Nggi! Biarpun di luar sana banyak kehebohan yang terjadi, yang penting kamu sudah persiapan dan do'a. Udah ngerjain soal-soal sampai bejibun, les sampai maghrib, doa bersama plus ibadah-ibadah lainnya, dll. Insya Allah usahamu tidak akan diingkari. Amin. Kalau kamu merasa tenang, tenanglah. Hehe.


Akhir kata, saya ucapkan terima kasih untuk yang membaca post ini dari awal sampai akhir. Kalaupun gaje, maafkan ya. Terima kasih juga untuk orang-orang yang sudah membantu dan mendoakan saya.

Oh, iya ada salah satu ayat favorit saya nih.

Barang siapa mengerjakan kebajikan, dan dia beriman, maka usahanya tidak akan diingkari, dan sungguh, Kamilah yang mencatat untuknya. (Q. S. Al-Anbiya' 21:95)


-anggi-
16-Apr-2012
13:23



My Dearest School

Jumat, 18 November 2011


Sudah banyak orang Semarang yang tahu kalau SMP 2 Semarang dan SMA 3 Semarang itu sudah ada sejak zaman Belanda. Saya juga sudah tahu sih, tapi sewaktu dulu ada foto jadul kedua sekolah itu di Museum Ranggawarsita, tetep aja kagum. Apalagi itu sekolah saya. :)


Kebetulan sewaktu ngubek-ubek file, ada foto ini. Pamer deh.



-anggi-
19/11/2011
14:02

Cerita Si Bosan Daging

Selasa, 08 November 2011

Idul Adha sudah berlalu sejak dua hari yang lalu. Alhamdulillah saya ikut sholat Id dan ada sejumlah hewan ternak di masjid dekat rumah saya. Hehe. Seperti biasa, keluarga saya dapat daging kurban (entah mengapa. Mungkin karena dagingnya sisa banyak). Dan sudah terhitung tiga hari sejak hari raya itu ibu saya masak daging. Ya tentu dong saya juga makan berlauk daging pula.

Saya bukan pecinta daging sih. Jadinya agak eneg juga tiap hari makan daging. Tapi saya tahan-tahanin lah sampai daging di rumah habis semua. Kagak tega sama ibu dan orang-orang. Gimana enggak, banyak yang pengen makan daging kok ya saya ngeluh cuma gara-gara bosen.

Meski bagitu, waktu hari ini ibu nggak ada di rumah, saya diem-diem bikin mi. Nah gimana ya, eneg maksimal sih. Hehe. Eh, tau-tau si adik dateng. Dia bilang, "Bikin mi, Mbak?"

Saya ngangguk terus bilang, "Agak bosen makan daging."

Nah malah si adik curhat, "Sakjane* aku juga, tapi pas kemarin bilang bosen daging malah dimarahi ibu." Dan dengan innocent-nya dia ambil piring sama nasi, terus makan pake lauk daging lagi.

Ahahahaha. Maaf ya adik. Lain kali sabarlah dikit biar bisa dapet mi. XDD




-anggi-
8/11/2011
19:12

Negeri di Awan

Rabu, 30 Maret 2011

Oh, saya baru sadar akan suatu hal. Ini menyangkut Negeri di Awan yang menawarkan ketentraman. Ini menyangkut Negeri Khayalan yang penuh keindahan.

Sebenarnya tidak salah mengharap ketentraman dan keindahan dari negeri-negeri itu. Tidak... Sama sekali tidak. Pertanyaannya adalah apakah kita benar-benar mengharap hal-hal indah itu untuk diwujudkan di dunia nyata atau hanya mengharap kita masuk ke Negeri di Awan. Mana yang kamu pilih? Hati (belum yang terdalam sih) saya mengaku memilih membawa hal-hal indah itu ke dunia nyata. Kenyataannya, dia hanya mengaku, belum meresapi. Semakin hari, dia lebih condong ke pengharapan datangnya Negeri di Awan.



Secara personal, saya mulai berpikir seharusnya kitalah yang membawa aura Negeri di Awan ke dunia nyata, bukan malah kita yang ingin masuk ke sana. Mengapa? Karena jika hanya menunggu negeri itu datang, kita tak akan tahu. Hanya menunggu. Terus... Terus... Terus menunggu. Kapan kita akan meraih mimpi setinggi awan jika hanya berdiam menunggu?

Keindahan awan memang melenakan. Keindahan yang seharusnya kita lihat sejenak saja untuk kembali lagi hidup di bumi. Mari, bersama-sama meraih salah satu bagian Negeri di Awan untuk kita bawa pulang.

Kau nyanyikan untukku
sebuah lagu
tentang negeri di awan
dimana kedamaian menjadi istananya...
(Katon Bagaskara - Negeri di Awan)

-anggi-
30/03/2011
4:32 PM

Saat Mood Main Ayunan

Jumat, 25 Maret 2011

Di suatu hari yang cerah, langit biru, awan putih, dan angin berhembus sepoi-sepoi, Anggi dan Mood sedang bermain bersama. Mereka bermain di playground yang banyak permainannya.

Awalnya mereka naik jungkat-jungkit. Mereka naik turun secara bergantian dan seimbang. Maklum, jumlah massa kali percepatan gravitasi mereka sama dengan nol. (he?)

Anggi : "Wah, Mood, kamu di atas!"
Mood : "Ah, sekarang kamu yang di atas!"
Anggi : "Kalau gantian gini, seru juga ya. Wiiii..."
Mood : "Bener. Tapi kok gini-gini terus ya?"

Akhirnya Mood bosan bermain jungat-jungkit. Dia mendekati prosotan.
Mood : "Bosen ah, Nggi. Aku mau main prosotan aja." (menaikki tangga prosotan)
Anggi : "Kalau kamu di atas, kelihatan bagus, Mood."

Walaupun Anggi senang dengan Mood yang ada di atas prosotan, tiba-tiba Mood berseluncur ke bawah.
Anggi : "Mood, kalau kamu di bawah, naik ke atas prosotan lagi bakalan agak lama. Soalnya harus naik tangga dulu, tapi kalau turun cepet banget."
Mood : "Iya, tapi kan memang begitu."
Anggi : "Kalau gitu, kamu di atas yang lama aja. Jangan cepet-cepet turun."
Mood : "Terus, ngapain dong aku di atas?"

Akhirnya Mood memutuskan untuk naik ayunan. Karena ayunannya hanya satu, mereka bergantian. Sekarang masih giliran Mood yang naik ayunan dan Anggi yang mendorong.
Mood : "Wiiiii... Ayo, Nggi, yang keras dorongnya."

Mood yang sedang naik ayunan benar-benar membuat mood Anggi ikutan naik ayunan. Yeah, moodswing. Kadang Mood terlalu keras ke belakang sehingga hampir menabrak Anggi. Kadang malah ke samping, keluar dari jalur. Kadang pula ke depan hingga Mood tertawa gembira.

Walaupun kadang Anggi dan Mood memainkan permainan di playground itu secara bergantian, tapi inilah permainan yang akhir-akhir ini sering dimainkan oleh mereka. Yang pasti, ayunan membuat Mood berganti posisi lebih cepat.



-anggi-
25/03/2011
9:10 PM

Sharing Dikit

Jumat, 18 Februari 2011

Di sekolah saya ikut kegiatan mentoring. Semacam halaqah gitu. (Bagi yang belum tahu atau lupa apa itu halaqah, silahkan serach di google. Hehe)

Posting kali ini, saya cuma mau nge-share artikel yang dikasih kakak pementor saya, Mbak Winda. Dibaca yaa... Dibaca ya...

NB: Bacanya jangan buru-buru ya, teman.

Let's begin!

Kawan, pernahkah kau merasakan sebuah penderitaan yang sangat?
Barangkali rasanya seperti ingin mati saja!
Seperti apa sih berpisah dengan teman yang kita sayangi?
Mungkin, kita akan mengenang masa-masa bersamanya dan berharap semua yang telah berlalu kembali lagi, berangan andai mereka tak pernah pergi...

Kawan, bagaimana rasanya diliputi benci dan kemarahan?
Ah, seperti mau meledak dada dan kepala. Inginnya memuntahkan segala kekesalan sepuas-puasnya.
Kawan, kita pasti pernah gagal. Saat itu, rasanya dunia sudah tertutup bagi kita. Tak ada lagi semangat apalagi tekad. Kita pun berhenti, malas untuk bergerak lagi.

Kawan, kita semua pernah berbuat dosa. Sering kita sadar dan menyesal, tapi kita tak pernah sanggup keluar daripadanya.
Kawan, aku percaya ketika waktu terus berjalan dan semua itu berlalu, engkau akan melihat dengan pandangan berbeda. Bisa jadi engkau merasakan penderitaanmu dulu tak sehebat yang kau kira.
Masih banyak orang lain yang menderita. Mungkin saja engkau akan melihat kemarahan dan kebencianmu tidaklah beralasan.
Sangat boleh, kegagalanmu belum ada apa-apanya. Barangkali kesalahan dan dosa itu akan membuat kita bisa melihat dan menghayati kebenaran.
Kawan, seiring waktu berjalan, pikiran kita tumbuh, perasaan kita berubah.
Jikalah pada demikian halnya, maka mengapa kita biarkan diri tenggelam, sedangkan ia akan menjadi masa lalu pada akhirnya.

Jadi...

Jikalah derita 'kan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dijalani dengan sepedih rasa, sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nanti.
Jikalah kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa tidak dinikmati saja, sedang ratap tangis tak akan mengubah apa-apa.
Jikalah luka kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dibiarkan meracuni jiwa, sedangkan ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama.
Jikalah benci dan amarah akan menjadi rasa malu pada akhirnya, maka mengapa mesti dibiarkan diumbar sepuas rasa, sedang menahan diri lebih berpahala.
Jikalah kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti tenggelam di dalamnya, sedang taubat lebih utama.
Jikalah harta menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dikukuhi sendiri, sedang kedermawanan justru akan melipatgandakannya.
Jikalah kepandaian akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti membusungkan dada, sedang dengannya manusia diminta memimpin dunia.
Jikalah ketampanan dan kecantikan akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dibanggakan sedang ia akan hilang dimakan waktu.
Jikalah bahagia akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti dirasakan sendiri, sedang berbagi akan membuatnya lebih bermakna.
Jikalah hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya, maka mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka, sedang begitu banyak kebaikan bisa dicipta.

Suatu hari nanti saat semua telah menjadi masa lalu, aku ingin ada di antara meraka yang bertelekan di atas permadani sambil bercengkrama dengan tetangganya, saling bercerita tentang apa yang telah dilakukannya di masa lalu, hingga mereka mendapat anugerah itu...

[Duhai kawan, dulu aku miskin dan menderita, namun aku tetap berusaha senantiasa bersyukur dan bersabar. Dan ternyata, derita itu hanya sekejap saja dan cuma seujung kuku, dibanding segala nikmat yang kuterima disini.]

[Wah kawan, dulu aku hanya membuat dosa sepenuh bumi, namun aku bertobat dan tak mengulangi lagi hingga maut menghampiri. Dan ternyata, ampunan-Nya seluas alam raya, hingga sekarang aku berbahagia.]


That's! Yang saya garis bawahi bukan apa-apa sih, cuma beberapa part yang saya suka. Hehehehe. Semoga bermanfaat ya.

Kalau saya ambil kesimpulan sih, seperti hidup cuma numpang lewat. Iya kan? Masih ada tujuan akhir yaitu akhirat.

Mungkin ada yang mau kasih kesimpulan lagi?


-anggi-
18-02-2011
9:39 PM

Berpisah yang Bersatu

Kamis, 04 November 2010

"Hei, halo! Sekarang kamu sekelas sama si itu kan?"

"Oh, iya. Inget nggak waktu dulu kita jam kosong bareng..."

"Kapan-kapan kumpul bareng lagi yuk."

Well, coba tebak biasanya percakapan semacam itu dibicarakan oleh siapa dan untuk siapa? Yap, bisa jadi itu orang sok kenal. Atau mungkin orang itu terhipnotis untuk bicara begitu ke kita. *plak* Tentu saja yang saya maksud bukan itu.

Orang yang dulu pernah satu kelas dengan kita. See?

Ini pengalaman sendiri loh. Kalau sudah saatnya naik kelas, rasanya campur aduk. Sedih karena mungkin saya nggak sekelas lagi dengan wajah-wajah yang sekarang sekelas, tapi sekaligus seneng dan penasaran saya bakal dapet teman-teman baru. Yang pasti ini membawa feel yang khas. Tidak sama dengan ketika ganti-ganti teman di ekskul atau kelas bimbel. Secara teman-teman sekelas akan ketemu kita tiap hari setidaknya dalam satu tahun ke depan.

Pisah kelas juga bisa membawa "persatuan". Percaya tidak? Dulu saya tidak terlalu dekat dengan seorang teman sekelas saya, bahkan kadang sampai ada perang dingin. Hehe, jahat juga ya saya? Tapi setelah pisah kelas saya jadi nyambung ngobrol sama dia. Mungkin karena jarang ketemu juga kali ya?

Saya jadi mikir, dulu ibu saya pernah bilang, "Mungkin malah kita lebih banyak dosa atau konflik ke orang yang deket sama kita." Tapi itu nggak selalu loh. Kan beliau bilang "mungkin".

Dan kalau dipikir-pikir itu ada betulnya juga. Ya seperti teman saya tadi. Ketika kami masih sekelas, kita perang dingin. Eh, pas udah nggak sekelas, malah akur banget. Agak lucu juga sih. Atau mungkin ini karena jarang ketemu, jadi jarang mikir yang buruk buruk deh. Eh, masa iya sih harus pake pisah buat nggak mikir yang buruk? Atau mungkin juga karena jarang ketemu, jadi banyak yang pengen diomongin. Hehehe.

Seperti itulah. Tapi idealnya sih tetep akur sama orang yang deket sama kita. Ya kan? Sebelum kita bener-bener berpisah. =) Let's make a peaceful world.




-anggi-



I don't wanna forget that the present is a gift
And I don't wanna take for granted the time you may have here with me
'cause Lord only knows another day is not really guaranteed
(Like You'll Never See Me Again - Alicia Keys)




gambar: foto live in Kendal by Dyas.

Langit dan Bumi

Minggu, 26 September 2010

Note : di post ini kata ganti 'saya' jadi 'aku' ya, biar lebih menghayati. :D



Kadang bosan, pusing, dan eneg lihat keadaan bumi yang amburadul. Ini bukan tentang lingkungan lho. Errr... Lebih ke hubungan antar-manusia. Aku bukan ahli sosiologi yang bisa jelasin hubungan ini memang begini atau hubungan itu yang seperti itu, tapi aku pasti berhubungan dengan orang lain kan? Aku kan bukan Tarzan.

Tapi bener deh, kadang masalah dengan orang lain itu juga mempengaruhi masalah dengan diri sendiri. Tentang pikiran-pikiran kita, tepatnya ke pertanyaan-pertanyaan yang susah untuk disampaikan. Kata susah ini berarti banyak. Bisa berarti kita memang pertanyaan itu abstrak, gampang dilupain, cuma numpang lewat, atau kita susah cari orang yang tepat untuk ke siapa kita bisa tanya.

Itulah... Di saat-saat seperti itu aku menemukan langit. Suka deh mandang langit. Apalagi dengan awan-awan yang numpuk-numpuk kayak gulali. Atau kayak kasur? Kolam ikan?

Seandainya ada kehidupan di langit, mungkin di sana damai dan manis. Ingin terbang ke sana sambil bergerak-gerak memecah awan. Mengintip kehidupan manusia dari balik awan. Tak usah khawatir akan diserang waktu. Rasanya lepas bila memandang langit, tak usah berpikir apa-apa. Aku hanya berpikir kalau itu langit. Sederhana kan?

Namun seberapapun lamanya aku memandang langit yang damai itu, selalu sampai juga pada batas pandangan antara langit dan bumi. Rasanya seperti disadarkan kembali. Bumi juga membutuhkanku untuk melihat sisi lain yang indah darinya.

Dalam sekejap, hubungan-hubungan manusia beserta masalah-masalahnya menarik perhatianku. Aku yang sedang terbang di atas awan, kembali turun. Tak usah cepat-cepat, pelan juga nanti sampai.

Langit memang terasa begitu menarik, tapi Bumi juga sama menariknya. Bahkan Bumi mempunyai nilai plus. Here is my home.



Sebelum aku tak bisa menginjak bumi dan kembali ke langit, nikmati saja kehidupan Bumi sebelum waktunya. ^^.


26/09/2010


Sumber gambar : foto liburan ke Jogja.




 

2009 ·Semanggi 4 Jari by TNB