Cinemact, Karya Anak-anak Hebat!

Sabtu, 20 Februari 2010

Hari Rabu, 17 Februari lalu teman saya, Shabrina, mengiklankan program yang diadakan ekstrakurikulernya yaitu sinematografi. Tahu kan sinematografi? Itu lho, ekskul yang biasanya buat film...

Shabrina bilang kalau akan diadakan Cinemact (Cinema in Action). Dari judulnya pun sudah pasti diketahui itu acara nonton bareng. Menariknya, film-nya adalah film buatan anak-anak sinematografi. Ada SKJ (Sandal Karo Joni), When The Tea Tells Somethings, dan Cakra Indigo. Dan tiketnya pun bisa dibilang cukup murah dengan harga 5000 rupiah saja.


Aku dan tiketku.
hihihihi. udah lecek.



Mau tidak mau (sebenarnya saya sangat mau) saya menonton film-film itu. Apalagi itu wajib karena setelah itu kami ditugaskan untuk membuat sinopsis (ada-ada saja). Alasan lain, saya ingin melihat film yang semua crew, termasuk aktor dan aktrisnya, adalah teman-teman saya. Hihihihi.

Yap, film itu diputar pada hari Sabtu, 20 Februari 2010. Saya menonton di sesi 3 atau jam 2 siang. Oh, iya. Kenapa dibagi per sesi? Itu karena ruang multimedia yang dijadikan TKP hanya bisa menampung kurang lebih 100 orang. Padahal murid-murid SMA 3 bejibun banyak aje gile kayak gitu. Hahahaha.

Paginya saya tetap ikut ekskul tenis dan mochi (Bahasa Jepang) hingga pukul 12.30. Hari Sabtu memang hari ekskul di SMA 3, kan? Saya bersama Selma cuma muter-muter smaga dari pukul 12.30-14.00. Habisnya nggak ada kerjaan sih. Kalaupun ada, pasti itu cuma bolak-balik ke kantin, baca komik, dan duduk-duduk nggak jelas di depan koperasi (itu tempat yang adem). Tapi akhirnya saya bertemu Annisa dan Gardin walaupun sebentar. Berikut ini adalah hasil kerjaan orang kurang kerjaan (baca : kami berempat) :


Berimajinasi sedang membuat iklan itu bagus. Dan inilah hasilnya, iklan HP Nokia Supernova punya Gardin. Setting : taman di depan masjid smaga.

Next, it's time to the movie!

SKJ (Sandal Karo Joni)
Bercerita tentang seorang anak bernama Joni dan temannya, Maman. Joni punya sandal warna pink yang katanya bisa membawa keberuntungan. Secara kebetulan pun Joni mendapat keberuntungan beruntun! ('keberuntungan' yang didapat Joni ini agak wagu sih. Tapi lucu. Hahaha.)

Namun secara tak sengaja Maman menjatuhkan sandal Joni itu ke sungai ketika mereka memancing. Joni pun menjadi sedih dan secara kebetulan (lagi) dia tertimpa sial! Benarkah sandal si Joni itu berpengaruh pada pemiliknya?

Ternyata tidak. Dihari yang sama (saat itu Joni memakai sandal Maman), Joni berhasil menyelamatkan seorang gadis yang dicopet. Ternyata, si gadis itu adalah kakak dari orang yang ditaksir Joni. Hahahaha.

Pendapatku : simpel tapi bagus. Alurnya ringan tapi mudah dimengerti. Pemain-pemainnya pun bermain bagus (terutama Maman menurutku). Dan tahukah kamu? Film ini disutradarai oleh Shabrina! Keren kan? Temen saya, Citra, juga jadi salah satu pemainnya lho... Eh, film ini banyak adegan yang pakai Bahasa Jawa lho..

When The Tea Tells Something
Bercerita tentang seorang remaja putri yang diculik oleh seorang remaja putra. Nampaknya remaja putra ini hanya orang suruhan. Terbukti dari telepon yang datang dari orang yang ia panggil 'bos'.

Namun orang suruhan ini sangat baik. Ia merawat luka cewek yang diculik itu. Ia juga rajin membuatkan teh untuk cewek itu. Dan dari teh itulah ada suatu perasaan yang muncul (weleh, kok bahasanya jadi kayak gini?). Saya pikir karena itulah judul film itu When The Tea Tells Something. Ada 'something' dateng dari teh! Haha. Ajaib.

Pendapat : konsepnya bagus, film tanpa dialog panjang (seperti drama Korea kalau saya bilang). Tapi endingnya saya nggak begitu ngerti (jujur). Ya kalau bisa sih mending pakai sedikit dialog untuk menggambarkan endingnya. Jangan dipaksakan menggunakan dialog yang sangaaaaaaaaat minim. Oh iya, teman saya, Tya, terlibat dalam film ini.

Cakra Indigo
Inilah film yang paling heboh dibicarakan. Kata Shabrina, film ini yang terbagus. Masuk peringkat 7 di festival film indie lho...

Ceritanya ada seorang anak yang bernama Cakra. Dia indigo. Bisa melihat apa yang akan terjadi. Namun bakat indigonya itu membawanya berhadapan dengan salah satu masalah sekolah.

Di saat dia down, dia berjalan-jalan dengan pacarnya. Bukannya hilang rasa down-nya, tapi malah dapat penglihatan tentang orang gila yang akan ditabrak motor. Dan benar saja, orang gila yang sedang bermain bola itu hapir saja ditabrak motor. Tetapi Cakra yang menyelamatkan orang gila itu malah tertabrak. Ckckckck. Kasihan.

Pendapat : efeknya BUAGUS! Bagus kayak film profesional. Wahahahaha (lebay ya?). Tapi serius, bagus. Sayangnya waktu aku nonton, suaranya nggak jelas. Apalagi ditambah anak-anak yang ketawa lihat akting si Cakra. Hahahaha. Tapi emang lucu sih... Apalagi waktu adegan orang gila. Bwahahahaha. Bikin ngakak. Sok renang di got gitu deh. Hahaha. Oh iya, Mbak Sari terlibat dalam film ini.


dapet teh dan majalah juga lho..

Waktu ngisi komentar, saya hanya menuliskan "good". Hehehe... Maaf ya. Habisnya aku bingung mau nulis apa. Tapi keseluruhan udah bagus kok. Anak-anak SMA 3 (tepatnya yang sinematografi) emang hebat! Maju terus anak-anak Indonesia!


P.S. tanpa sadar saya sudah mengerjakan tugas membuat sinopsis. Hahaha.

57 Detik, Satu Detik Sangat Berharga

Kamis, 18 Februari 2010

Sebenarnya novel ini sudah terbit agak lama, tapi ya tak apalah kalau saya review lagi. Pertama kali saya tahu novel ini ketika saya iseng-iseng browsing novel teenlit. Ketika itu novel ini masih bisa dibilang baru. Saya tertarik karena membaca sinopsisnya. Besoknya ada teman saya, Sidiq, yang berkata kalau dia sudah baca novel ini. Dan dengan pelitnya dia nggak mau minjemin, nyeritain sedikit aja nggak mau. Hmmm... Tapi akhirnya saya bisa membeli novel ini. Weee...

Saya yakin saya pasti belum bisa untuk membuat novel semacam ini. Sangat menjiwai kalau saya bilang. Apalagi menggunakan 3 sudut pandang dari orang yang berbeda. Susah, kan, untuk mebuat seolah-olah kita menjadi 3 karakter yang berbeda? (Maksud saya, bukankah dalam pembuatan novel kita harusnya menjiwai karakter tokohnya? Atau tidak harus? Hehehe. Sayang saya bukan novelis.)

aku dan novelku
bersama kaos pink motif bunga berkerah plus celana pendek kotak-kotak. kostum yang pas buat tidur sih sebenernya.

Tema novel ini juga lain daripada yang lain. Tentang gempa! Aduuuuh. Pertama sih saya sangsi, apakah bisa si penulis menggambarkan suasana gempa dengan kata-kata? Lalu ketika saya baca penggambaran gempa yang pertama kali muncul di novel itu, saya berpikir, "Ah, masa sih gempa seperti itu?" (saya berkata seperti itu karena saya tidak pernah-dan jangan sampai- mengalami gempa). Namun setelah saya baca lebih lanjut, ih, ternyata penggambarannya sangat detil. Apalagi penggambaran tentang waktu. Seseorang telat satu detik saja, bisa jadi dia tertimpa reruntuhan. Hiii...

Bercerita tentang 3 remaja, yaitu Nisa, Aji, dan Ayomi, yang bercerita tentang kehidupan mereka sebelum gempa, saat gempa, dan sesudah gempa. Latar belakang mereka pun berbeda. Nisa adalah seorang anak perempuan pemilik toko kelontong, Aji adalah mahasiswa kedokteran UI, sedangkan Ayomi adalah seorang anak pejabat. Tapi mereka bisa ditemukan di suatu tempat (di rumah sakit) saat gempa. Kala itu Nisa sedang menunggui ibunya yang sedang dirawat, Ayomi sedang dirawat malahan, dan Aji jadi relawan di sana.

Kehidupan setelah gempa pun diceritakan. Bagaimana mereka bertahan di tenda, saling menolong korban gempa, dan menghibur satu sama lain. Semangat 'lain' yang timbul karena gempa juga ada.

Tapi jangan dikira novel ini begitu melankolis. Ada cerita lucunya juga kok. Apa? Rahasia, dong! Kalau saya ceritakan pasti nanti jadi tidak lucu lagi... Hehehe.

Jadi? Anda tertarik untuk membacanya?

Oh, iya! Pengarang novel ini adalah Ken Terate yang juga menulis My Friends, My Dreams; Marshmellow Cokelat; dan Jurnal Jo. Kalau mau tahu tentang Ken Terate, ini link ke blognya. Ken Terate.

It's Not About Valentine...

Senin, 15 Februari 2010

Sudah lama juga saya tidak memunculkan postingan. Hehehehe. Sedangkan hari ini sudah tanggal 16 Februari 2010.

Kenapa ya, saya repot-repot menulis tentang hari Valentine? Padahal tradisi memberi coklat sudah hilang sejak saya kelas 5 SD. Hilang? Berarti dulu pernah ada? Ya, memang pernah sewaktu kelas 3 dan 4 tukaran cokelat dengan teman-teman saya, tetapi ada salah satu pembina pramuka saya bilang kalau memberi cokelat tidak mesti waktu Valentine dan sebenarnya Valentine itu malah memperingati kematian seorang pendeta. Hmmm... masuk akal. Mengingat sejarah Valentine memang dramatis. Dulu ada seorang pendeta yang bernama Valentino yang sering menikahkan pasangan-pasangan. Dari sumber yang saya baca, di zaman itu menikah itu agak tabu jadi pendeta itu sempat dipenjara karenanya. Sewaktu dia meninggal, banyak orang yang merasa dia berjasa membawa cokelat dan bunga. Dan jadilah hari Valentine yang diperingati setiap 14 Februari.

Saya jadi tidak terlalu 'ngeh' dengan hari Valentine. Namun, jika ada teman saya yang memberi cokelat, ya sudah saya terima. Hoho.. Memang terdengar curang. Saya tidak memberi, tetapi saya menerima cokelat. But I have a reason, guys. Mending saya terima kan, daripada saya tolak dan orang itu kecewa. Ah, anggap saja dia memang mau memberi saya cokelat. Hihihihi...

Valentine kemarin juga begitu. Malah mungkin agak buruk juga bagi saya. Kenapa? Saya berada di lingkungan baru lagi. Di lingkungan ini benar-benar muda untuk menjelaskannya.

Ada seorang teman saya (anggap saja dia bernama Lala) ingin memberi cokelat kepada teman saya yang satunya (anggap saja dia bernama Peter). Sebenarnya saya suka Peter dan pasti nggak mungkin dong kalau saya bilang ke Lala. Ah, ya sudahlah. Tak apa. Setiap orang punya hak untuk menyukai orang lain.

Tapi walaupun saya berkata seperti itu, salah satu bagian dari diri saya berkata lain. "Ayooo, Nggi... Kamu juga harus kasih cokelat..." Dengan kondisi yang berbeda dengan si Lala, maksud saya dia bisa dengan mudah minta uang kepada orang tuanya untuk beli cokelat sedangkan saya tidak, sulit untuk beli cokelat. Apalagi saya tetap tidak mau merayakan kematian seseorang. Sekali lagi saya belajar untuk mempertahankan pendirian.

Tapi suatu hari sahabat saya berkata,

jangan sedih, nggi. walopun cewek2 lain bisa ngasih cokelat, belum tentu mereka bisa ngedapetin perasaan cowok itu.. ya kan?

Aha! Itu benar.
Dan seolah saya dapat tamparan untuk kedua kalinya, kali ini kata-kata dari guru les saya. Waktu itu beliau memberi saya cokelat dan berkata, "ini bukan karena Valentine, ini karena saya sayang kalian."

Saya jadi merasa menjadi orang yang bodoh. Untuk apa saya memikirkan Valentine = cokelat? Padahal sebelumnya pemikiran saya sudah bagus. Secara spontan saya langsung kepikiran ibu saya, ayah, adik, dan sahabat-sahabat saya. Hmmm...

Akhirnya saya mengerti. Bukan hanya sekadar mengerti Valentine = hari kasih sayang, tetapi saya jadi sadar kalau orang-orang di sekitar saya sangat menyayangi saya.

And it's not about valentine, it's about the way i love you...


tidak tahu mengapa ibu saya ingin agar saya mengganti sprei saya menjadi warna pink. hahaha.

Dan saya tidak tahu, malamnya om saya memberi saya amplop. Ini bagian dari angpao atau tidak saya juga tidak tahu. Yang jelas itu ada isinya (ya iyalah). Tapi kok saya merasa ini terlalu banyak ya?

Ketika saya bertanya dalam rangka apa om saya memberi angpao, om saya hanya bilang, "Ini berkah dari Tuhan". Aduuh, kalau sudah menyangkut berkah dari Tuhan, saya sudah tidak bisa bicara lagi. Takut menyinggung orang yang berbeda agama. Hihihi...

 

2009 ·Semanggi 4 Jari by TNB