Flashback Kembak part 3/4; Thanks Astrid!

Selasa, 24 Desember 2013

Tiba-tiba kepikiran. Kenapa aku ngepost tentang Kembak dalam banyak part, dengan masing-masing part menceritakan hanya kejadian satu hari? Intervalnya lama pula. Keburu basi nggak sih?

Di satu sisi memang iya. Tapi di sisi lain, susah banget memotong cerita Kembak yang super banyak dan semuanya valuable. Basi? Mungkin kata yang lebih tepat adalah 'lama'. Ya, hitung-hitung membangkitkan kenangan yang hampir dilupakan pelaku-pelakunya karena tertutup aktivitas lain.

So, here we go...

Pagi itu lapangan di bumi perkemahan Mangli seperti lautan ungu. Aku dan teman-teman satu angkatan memakai kaos seragam Kembak yang berwarna ungu dan celana training FK Undip. Yes! We're going to explore the nature. Outbond maksudnya. Hehehe.

Setelah games untuk satu angkatan (masuk ke dalam lingkaran gitu) dan perang yel-yel masing-masing kelompok, dua per dua kelompok mulai berjalan ke pos-pos outbond. Di pos-pos itulah dua kelompok ini akan battle untuk menentukan pemenang. Kelompokku sendiri, Boyke Before Flower (BBF), akan melawan Parkinsonian, kelompok yang anggotanya agak "menjurus" (tafsirkan sendiri ya, hehe). Kita lihat saja, siapa yang lebih hebat.

BBF dan Parkinsonian

Untuk menuju pos pertama, jalannya begitu menanjak. Seperti biasa, aku selalu tertinggal. Haaah... Kawan-kawanku memang berbadan kuat. Setiap melangkah, aku berusaha untuk mencari pegangan. Entah pohon atau rumput. Serius deh, nanjak banget! Gambaran tempatnya juga seperti hutan beneran. Cuma ada pinus dimana-mana. Aku curiga, jangan-jangan pos-pos outbond tersebar sampai puncak gunung.

Well, akhirnya kami sampai di pos satu. Pos ini hanya butuh dua orang untuk bermain. Aturannya, satu orang ditutup matanya dan dia akan masuk ke arena yang penuh rintangan. Satu orang lainnya memberi petunjuk agar orang pertama sampai di garis finish dengan selamat. Duh, kedengarannya ngeri. Padahal rintangannya cuma tali rafia. Hahaha.

BBF memainkan Cis dan Zulham, sedangkan Parkinsonian memakai Bun dan Topher. Setelah perjuangan sengit dalam gelap, sayang sekali games ini dimenangkan oleh Parkinsonian. Yosh! Semangat, BBF! Masih banyak games menanti kita! Harus menang!

Kami berjalan lagi menuju pos berikutnya. Kali ini permainan menggunakan air dan balon.

Semangat BBF! Kita pasti bisa!

Yah... Tapi nasib berkata lain. BBF kalah lagi. Dan... Meskipun semangat terus kami kobarkan di sepanjang perjalanan, kami selalu kalah hingga games kelima. Huf...

Ekspresi kekalahan (?)

Nasib berbalik di tiga games terakhir.

Games berikutnya adalah memindahkan bola dengan piring. Karena games ini membutuhkan kesabaran dan kelembutan, pemainnya pun cewek semua. Set set set... BBF dengan mudah memimpin perolehan bola. Kak bro kami, Kak Riefky, berkata, "Wah... Kelompok kita udah pro." Pluk! Bola langsung jatuh! Tidaaaak tidaaaak....! Masa sih nasib nggak jadi berbalik? Kak Riefky sih. Cepet cepet ambil lagi!

Untungnya cewek-cewek BBF bisa menguasai emosi dan memenangkan pertandingan. Horee!!

Kemenangan pertama di games bola

Kemenangan kedua di games 'menebak harga'

Kemenangan ketiga di games 'koin di tepung'



Sambil menunggu kelompok lain yang belum selesai, saya berburu kamar mandi bersama Ria. Kali ini saya mandi di rumah warga. Baik kan? Kamar mandinya bersih pula.

Nah! Sudah bersih dan wangi. Sekarang saatnya latihan untuk pensi nanti malam. BBF akan menampilkan dance dari beberapa girlsband dan parodi iklan. Pada persiapannya, kami para cewek tidak mau tampil yang aneh-aneh. Jadi, kami mengambil role dance saja. Iklan-iklan biar para cowok yang memikirkan.

Kami juga tidak mengambil dance yang aneh (err... Gentleman misalnya). Mudah kok. Hanya Baby Baby Baby dan Nobody. Sisanya? Iklan-iklan aneh dan susah untuk diceritakan. Huf... Intinya Relly berubah jadi cantik. That's it! Menurutku itu yang paling fenomenal. Bahkan sampai beberapa hari setelah kembak, dia tetap dipanggil cantik. Hahaha.

Satu hal yang membuat aku lega adalah penampilan kami sukses! Yeee...! Kami maju di urutan kedua, jadi tinggal menikmati sisa malam dengan menonton kekonyolan kelompok lain.

Hoamm... Ngantuk juga rasanya. Empat belas kelompok rasanya nggak selesai-selesai. Akhirnya aku memutuskan untuk menyelinap sholat dulu. Tadi pensi mulai jam setengah tujuh, jadi belum masuk waktu Isya. Rencanaku ngajak temen entah siapa gitu, terus turun ke kamar mandi untuk wudhu, dan naik ke tenda untuk sholat. Sip!

Rencana tinggal rencana karena ternyata teman-temanku malah berencana sholat setelah pensi selesai. Tapi pikirku nanti pasti males banget kalau sudah larut malam dan mengantuk. Aku tetap berusaha mencari teman sholat. (Nggak berani sendirian, hehe). Sialnya, nggak ada yang mau. Aduh... Pilihannya antara turun wudhu dan naik sendiri di antara pinus-pinus rimbun nan gelap atau menunggu nanti setelah pensi. Aduh... Aku galau.

Tiba-tiba ada suara indah semerdu gemericik air (ah, lebay) yang berkata, "Ayo, Nggi. Aku temenin sholat!" Saat aku menoleh, ternyata itu Astrid. Dia adalah penganut Katolik yang taat, jadi aku agak nggak enak gitu. "Iya, beneran nggak papa. Sekalian aku mau ke toilet kok," katanya.

Akhirnya kami berjalan turun ke toilet. Setelah mengantri agak lama dan melakukan kegiatan kami masing-masing, kami naik lagi. Aku agak ragu untuk ke tenda karena kok kayak serem gitu jalannya. Nah! Tapi kami dicegat Kak Mustofa (kak bro kelompok lain) dan disuruh sholat di mushola darurat saja yang letaknya tidak sejauh tenda. Aku masih bersama Astrid. Dia ikut ke mushola darurat dan menunggui aku sampai selesai sholat! 

Ah, aku terharu. Kalau aku jadi Astrid dengan keegoisanku yang masih setinggi gunung, males amat deh. Dingin-dingin begini. Tapi dari Astrid aku belajar sesuatu. Hal kecil seperti menunggui orang sholat dapat berarti sangat besar dan hanya butuh kemauan untuk melakukannya. Thanks, Astrid!



-anggi-
24/12/2013
21:06



Eits! Ceritanya belum selesai sampai disini.

Baru sekitar dua jam aku tidur setelah pensi, tiba-tiba suara sirine berbunyi lagi. Tengah malam! Begitu aku sadar sepenuhnya, aku sudah berada di lapangan lagi. Aku benar-benar tidak ingat bagaimana bisa sampai disitu. Acara tengah malam itu menyentuh sekali. Kami membakar jagung dan bercerita-cerita tentang Kembak. Ada kedatangan tidak terduga dari dr. Erie, kaprodi kami, dan kembang api!

Hari itu benar-benar menyenangkan!


Flashback Kembak part 2/4; Advent Hilang!

Selasa, 10 Desember 2013

Send them your heart 
so they'll know that someone cares
so their cries in help will not be in vain
We can't let them suffer
No... We cannot turn away
Right now, they need a helping hand
(We Are The World 25 For Haiti)

Yes, for sure. We can't let people suffer. Jadi disinilah aku, berlatih untuk mengurangi "suffer" di masa depan. Acara Kemah Bakti (Kembak) hari pertama adalah bakti sosial.

Peserta Kembak yang terdiri dari dua ratusan orang angkatan 2012 dibagi menjadi tiga kelompok bakti sosial: Jika Aku Menjadi (JAM), penyuluhan, dan pengobatan massal. Kelompok-kelompok ini akan disebar di dua dusun. Kebetulan aku kebagian pengobatan massal di dusun yang dekat. Jadi, masih ada selang waktu agak lama antara bangun pagi dengan keberangkatan ke lokasi. Saat teman-teman yang kebagian tugas di dusun yang jauh sedang briefing dengan badan sudah bau wangi, aku malah survey tempat mandi di sekitar bumi perkemahan.

FYI, di bumi perkemahan itu hanya ada dua kamar mandi untuk anak-anak cewek. Jelaslah teman-temanku yang bangun jam 3 pagi menguasai kamar mandi. Aku tidak serajin itu, mamen. Untunglah Elyana memberi tahu dua pilihan kamar mandi lain. Agak jauh sih, tapi nggak antri dan nyaman. Semakin hari, pilihan kamar mandi akan semakin banyak karena warga sekitar baik hati memberi tumpangan mandi.

Oke, sekitar setengah delapan aku berangkat ke tempat pengobatan massal. Disana sudah disediakan lima pos untuk kami jaga: pos pendaftaran (tugasnya mencatat data-data pasien yang datang), pos vital sign (tugasnya memeriksa tekanan darah, denyut nadi, dan berat badan pasien), asisten dokter (tugasnya mendampingi dokter yang benar-benar memeriksa pasien. Jadi pos vital sign itu seperti memeriksa sayuran yang akan benar-benar "diolah" oleh dokter), pos farmasi (tugasnya meracik obat), dan yang terakhir runner (tugasnya menyalurkan rekam medis dan obat). Tidak hanya "nongkrong" di satu pos saja, kami akan digilir ke pos-pos lain setiap 15 menit. Biar ngerasain semua gitu deh.

Karena dulu aku sudah pernah ikut pengobatan massal yang diadakan BEM, Alhamdulillah aku jadi tidak terlalu kaget. Suara nadi yang berdenyut-denyut saat pemeriksaan tekanan darah pun terdengar jelas. Ini sering membuat ragu mahasiswa loh. Pada awal-awal kami praktik memeriksa tekanan darah, sering muncul kekhawatiran tidak terdengarnya suara nadi. Tapi setelah dicoba, ternyata tidak separah yang aku kira asal stetoskopnya berfungsi. Hehe. Kegiatan mencatat obat dan membaca resep pun berlangsung dengan baik walaupun harus sering tanya kakak pembimbing, "Dokternya nulis apa sih ini, Kak?" (Thanks to Kak Arip, Kak Agung, Kak Mawi, dan Kak Laura!)

Yang agak lucu adalah ketika pengobatan belum mulai, aku dan temanku, Topher ngobrol-ngobrol bareng seorang kakak cowok. Entah awalnya kami ngomongin apa, tiba-tiba kakak itu bilang, "Kayaknya aku perlu cek kromosom..." Eh? Buat apa? "Aku ngerasa kayak cewek. Buluku sedikit (sambil nunjukin tungkai bawah), jariku lentik, terus aku punya penyakit yang 98% penderitanya cewek. Nih... Aku yakin kukuku sama kukumu bagusan punyaku." I'm like frozen anyway. Menurutmu aku harus gimana? Tapi akhirnya si kakak bilang, "Aku masih suka cewek kok." Hahaha syukurlah...

(Foto penyuluhan di sekolah dasar. Karena yang saya mintai foto dapatnya penyuluhan, jadilah dia tidak punya foto pengobatan massal. Hehe.)

Kegiatan mengasyikan di sore setelah bakti sosial hanya lomba dengan ibu-ibu yang tinggal di dekat bumi perkemahan. Awalnya lomba joget berlangsung damai-damai aja, tapi setelah masuk ke lomba futsal, wuiih brutal semua. Aku lupa apa aku mandi sore itu, yang jelas kegiatan di malam hari lebih seru.

Malam itu kita semua menampilkan musik akustik per kelompok Kembak. Masih ingat kelompokku yang aku tulis di part 1 kan? Ya, BBF. Kami menyanyikan lagu-lagu dengan tema persahabatan. Aku masih ingat deh, lagunya Sherina, yaitu Ku Bahagia, diubah liriknya...
Walau pre-test susah, walau iden capek
Walau kuliah pun ngantuk
Rasa syukur ini karena bersama Radius susah dilupakan...
 Pas nyanyi baris terakhir itu nyes banget deh rasanya. Hahaha.

(Suasana akustikan)

Setelah semua kelompok tampil dengan meriah di tengah pepohonan rindang nan gelap, aku kira bakal ada renungan karena lilin-lilin mulai dibagikan dan dinyalakan. Tapi tiba-tiba kakak-kakak panitia pada ribut sendiri, "Temen kalian ada yang hilang dik..." "Kalian kurang satu, dik..." "Coba ditelepon..." seperti itu. Mulai terdengar bisik-bisik dari barisan melingkar kami. Teman-teman satu angkatanku mulai panik dan penasaran. Siapa yang hilang? Emang beneran dia hilang? Kok bisa hilang? Dia pergi kemana sih? Aduh, udah malem di tengah hutan begini, serem banget. Belum lama aku deg-deg-an, panitia sudah teriak-teriak lagi, "Eka Aryani mana? Eka hilang..." Loh? Kok udah tau? pikirku. Anehnya, Eka Aryani segera dilupakan seolah-olah sudah ketemu. Yang hilang ganti lagi, "Adventina dimana? Adventina hilang..." Jadi yang hilang itu siapa?

Hestu yang berdiri di belakangku dengan santainya berkata, "Kayaknya ini sandiwara. Nggak mungkin kan jumlahnya kurang satu terus cepet banget ketahuan siapa yang hilang?" Dan kayaknya banyak anak yang sependapat dengan Hestu. Kakak-kakak panitia yang teriak-teriak dan menambah suasana panik hanya dibalas dengan pandangan bengong oleh sebagian besar anak. Kemarahan mereka menjadi-jadi, bahkan saling menyalahkan. Kakak-kakak juga akhirnya menyalahkan kami sebagai akibat perpecahan mereka. Dibilangnya kami nggak setia, nggak khawatir teman hilang, nggak berusaha nyari, dan lain sebagainya. Well, andai Advent benar-benar hilang, aku juga nggak bakal berani ikutan nyari. Salah salah malah aku juga hilang. Iya kan? Jadi yang aku lakukan cuma berdiri anteng di barisan dan menahan dinginnya angin tengah malam.

Waduuuh...
Aku jadi bingung bagaimana mengakhiri tulisan ini. Gabungan angin tengah malam yang lembap dan dingin, serangan kantuk, dan kakak-kakak yang masih berteriak-teriak sepertinya membawa kesadaranku agak turun. Akhirnya Advent ditemukan dan kakak-kakak memberi wejangan-wejangan. Intinya jangan sampai terpecah belah antar-teman satu angkatan karena hilang satu orang saja, angkatan itu tidak akan terasa sama lagi. Pesan yang bagus dan disajikan sedemikian hingga penyampaiannya pun cukup bagus. Entahlah. Kesadaranku sudah tidak 100% full, ingat?

Ya begitulah... Hari itu mengajarkan bahwa pengalaman memang guru yang paling berharga. Belajarlah dari pengalaman. Tapi bukan berarti kalau belum berpengalaman tidak belajar loh ya...

(Tepat sebelum kepanikan "Advent hilang!")



-anggi-
11/12/2013
00.13


 

2009 ·Semanggi 4 Jari by TNB