Flashback Kembak part 2/4; Advent Hilang!

Selasa, 10 Desember 2013

Send them your heart 
so they'll know that someone cares
so their cries in help will not be in vain
We can't let them suffer
No... We cannot turn away
Right now, they need a helping hand
(We Are The World 25 For Haiti)

Yes, for sure. We can't let people suffer. Jadi disinilah aku, berlatih untuk mengurangi "suffer" di masa depan. Acara Kemah Bakti (Kembak) hari pertama adalah bakti sosial.

Peserta Kembak yang terdiri dari dua ratusan orang angkatan 2012 dibagi menjadi tiga kelompok bakti sosial: Jika Aku Menjadi (JAM), penyuluhan, dan pengobatan massal. Kelompok-kelompok ini akan disebar di dua dusun. Kebetulan aku kebagian pengobatan massal di dusun yang dekat. Jadi, masih ada selang waktu agak lama antara bangun pagi dengan keberangkatan ke lokasi. Saat teman-teman yang kebagian tugas di dusun yang jauh sedang briefing dengan badan sudah bau wangi, aku malah survey tempat mandi di sekitar bumi perkemahan.

FYI, di bumi perkemahan itu hanya ada dua kamar mandi untuk anak-anak cewek. Jelaslah teman-temanku yang bangun jam 3 pagi menguasai kamar mandi. Aku tidak serajin itu, mamen. Untunglah Elyana memberi tahu dua pilihan kamar mandi lain. Agak jauh sih, tapi nggak antri dan nyaman. Semakin hari, pilihan kamar mandi akan semakin banyak karena warga sekitar baik hati memberi tumpangan mandi.

Oke, sekitar setengah delapan aku berangkat ke tempat pengobatan massal. Disana sudah disediakan lima pos untuk kami jaga: pos pendaftaran (tugasnya mencatat data-data pasien yang datang), pos vital sign (tugasnya memeriksa tekanan darah, denyut nadi, dan berat badan pasien), asisten dokter (tugasnya mendampingi dokter yang benar-benar memeriksa pasien. Jadi pos vital sign itu seperti memeriksa sayuran yang akan benar-benar "diolah" oleh dokter), pos farmasi (tugasnya meracik obat), dan yang terakhir runner (tugasnya menyalurkan rekam medis dan obat). Tidak hanya "nongkrong" di satu pos saja, kami akan digilir ke pos-pos lain setiap 15 menit. Biar ngerasain semua gitu deh.

Karena dulu aku sudah pernah ikut pengobatan massal yang diadakan BEM, Alhamdulillah aku jadi tidak terlalu kaget. Suara nadi yang berdenyut-denyut saat pemeriksaan tekanan darah pun terdengar jelas. Ini sering membuat ragu mahasiswa loh. Pada awal-awal kami praktik memeriksa tekanan darah, sering muncul kekhawatiran tidak terdengarnya suara nadi. Tapi setelah dicoba, ternyata tidak separah yang aku kira asal stetoskopnya berfungsi. Hehe. Kegiatan mencatat obat dan membaca resep pun berlangsung dengan baik walaupun harus sering tanya kakak pembimbing, "Dokternya nulis apa sih ini, Kak?" (Thanks to Kak Arip, Kak Agung, Kak Mawi, dan Kak Laura!)

Yang agak lucu adalah ketika pengobatan belum mulai, aku dan temanku, Topher ngobrol-ngobrol bareng seorang kakak cowok. Entah awalnya kami ngomongin apa, tiba-tiba kakak itu bilang, "Kayaknya aku perlu cek kromosom..." Eh? Buat apa? "Aku ngerasa kayak cewek. Buluku sedikit (sambil nunjukin tungkai bawah), jariku lentik, terus aku punya penyakit yang 98% penderitanya cewek. Nih... Aku yakin kukuku sama kukumu bagusan punyaku." I'm like frozen anyway. Menurutmu aku harus gimana? Tapi akhirnya si kakak bilang, "Aku masih suka cewek kok." Hahaha syukurlah...

(Foto penyuluhan di sekolah dasar. Karena yang saya mintai foto dapatnya penyuluhan, jadilah dia tidak punya foto pengobatan massal. Hehe.)

Kegiatan mengasyikan di sore setelah bakti sosial hanya lomba dengan ibu-ibu yang tinggal di dekat bumi perkemahan. Awalnya lomba joget berlangsung damai-damai aja, tapi setelah masuk ke lomba futsal, wuiih brutal semua. Aku lupa apa aku mandi sore itu, yang jelas kegiatan di malam hari lebih seru.

Malam itu kita semua menampilkan musik akustik per kelompok Kembak. Masih ingat kelompokku yang aku tulis di part 1 kan? Ya, BBF. Kami menyanyikan lagu-lagu dengan tema persahabatan. Aku masih ingat deh, lagunya Sherina, yaitu Ku Bahagia, diubah liriknya...
Walau pre-test susah, walau iden capek
Walau kuliah pun ngantuk
Rasa syukur ini karena bersama Radius susah dilupakan...
 Pas nyanyi baris terakhir itu nyes banget deh rasanya. Hahaha.

(Suasana akustikan)

Setelah semua kelompok tampil dengan meriah di tengah pepohonan rindang nan gelap, aku kira bakal ada renungan karena lilin-lilin mulai dibagikan dan dinyalakan. Tapi tiba-tiba kakak-kakak panitia pada ribut sendiri, "Temen kalian ada yang hilang dik..." "Kalian kurang satu, dik..." "Coba ditelepon..." seperti itu. Mulai terdengar bisik-bisik dari barisan melingkar kami. Teman-teman satu angkatanku mulai panik dan penasaran. Siapa yang hilang? Emang beneran dia hilang? Kok bisa hilang? Dia pergi kemana sih? Aduh, udah malem di tengah hutan begini, serem banget. Belum lama aku deg-deg-an, panitia sudah teriak-teriak lagi, "Eka Aryani mana? Eka hilang..." Loh? Kok udah tau? pikirku. Anehnya, Eka Aryani segera dilupakan seolah-olah sudah ketemu. Yang hilang ganti lagi, "Adventina dimana? Adventina hilang..." Jadi yang hilang itu siapa?

Hestu yang berdiri di belakangku dengan santainya berkata, "Kayaknya ini sandiwara. Nggak mungkin kan jumlahnya kurang satu terus cepet banget ketahuan siapa yang hilang?" Dan kayaknya banyak anak yang sependapat dengan Hestu. Kakak-kakak panitia yang teriak-teriak dan menambah suasana panik hanya dibalas dengan pandangan bengong oleh sebagian besar anak. Kemarahan mereka menjadi-jadi, bahkan saling menyalahkan. Kakak-kakak juga akhirnya menyalahkan kami sebagai akibat perpecahan mereka. Dibilangnya kami nggak setia, nggak khawatir teman hilang, nggak berusaha nyari, dan lain sebagainya. Well, andai Advent benar-benar hilang, aku juga nggak bakal berani ikutan nyari. Salah salah malah aku juga hilang. Iya kan? Jadi yang aku lakukan cuma berdiri anteng di barisan dan menahan dinginnya angin tengah malam.

Waduuuh...
Aku jadi bingung bagaimana mengakhiri tulisan ini. Gabungan angin tengah malam yang lembap dan dingin, serangan kantuk, dan kakak-kakak yang masih berteriak-teriak sepertinya membawa kesadaranku agak turun. Akhirnya Advent ditemukan dan kakak-kakak memberi wejangan-wejangan. Intinya jangan sampai terpecah belah antar-teman satu angkatan karena hilang satu orang saja, angkatan itu tidak akan terasa sama lagi. Pesan yang bagus dan disajikan sedemikian hingga penyampaiannya pun cukup bagus. Entahlah. Kesadaranku sudah tidak 100% full, ingat?

Ya begitulah... Hari itu mengajarkan bahwa pengalaman memang guru yang paling berharga. Belajarlah dari pengalaman. Tapi bukan berarti kalau belum berpengalaman tidak belajar loh ya...

(Tepat sebelum kepanikan "Advent hilang!")



-anggi-
11/12/2013
00.13


0 komentar:

Posting Komentar

 

2009 ·Semanggi 4 Jari by TNB