Seperti Itulah

Senin, 28 Juli 2014

Bayangkan kamu punya suatu barang. Kamu punya andil dalam pembuatan barang tersebut. Bayangkan barang itu adalah kreasimu, hasil pemikiran dari inspirasi-inspirasi yang datang padamu, dan dapat mengungkapkan apa yang kamu inginkan sebenarnya. Bagaimana rasanya? Bangga bukan? Hal itu akan terus merasuk di pikiranmu bahwa jerih payahmu menghasilkan sesuatu yang nyata. Entah bagaimana kata orang, baik ataupun buruk, tidaklah mengubah fakta bahwa barang itu adalah milikmu.

Bayangkan juga kamu dapat hidup dalam usia yang panjaaaaaaaaaang, sehingga dapat melihat bentuk selanjutnya dari kreasimu di masa depan. Walaupun banyak usulan membangun dan memodifikasi hasil karyamu sesuai dinamika waktu, karyamu tetap menjadi karyamu. Seyogjanya kamu tidak akan lupa. Seharusnya semangat itu akan terus ada ketika kamu berjumpa dengannya. Kamu bisa mengapresiasi lebih dari orang lain karena itu milikmu, sesuai dengan jiwa yang terbentuk di dalam tubuhmu, dan yang paling penting, kamu mengerti dan memahami.

Seperti itulah budayamu, kawan. Cobalah mengerti budaya-budaya luhur bangsamu karena itu lah milikmu. Percayalah jika kamu mau, memahaminya tidak akan butuh waktu lama. Jiwa itu sudah tertanam, sesuai dengan pondasi berpikir kita. Cobalah buka hati dan pikiran untuk apa yang menjadi milik kita. Ingat, milik kita, milik kita, milik kita. Bukalah untuk apa yang menjadi milik kita.

Ya, seperti itulah…

Pahamilah bahwa dibalik dua jam sendratari tidak hanya ada penari-penari. Lihatlah bagaimana cara mereka menyampaikan, membuat kita mengerti melalui keindahan, cara mereka berjuang, membuat tiap hembusan napas mempunyai arti, dan yang terpenting menunjukkan cinta dibalik itu semua.

Lihat…
Itu masih menjadi milikmu sekarang.

Yogyakarta, 11 April 2014
Pukul 23.20
Seusai menonton sendratari Ramayana yang memukau.

Already published on my Tumblr
anggivish.tumblr.com

0 komentar:

Posting Komentar

 

2009 ·Semanggi 4 Jari by TNB