Right After 'The Da Vinci Code'

Senin, 28 Juli 2014

"Artinya, sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Ketika dua kebudayaan berbenturan, yang kalah dihapuskan dan yang menang menulis buku-buku sejarah—buku-buku yang memuliakan perjuangan mereka sendiri dan meremehkan musuh yang tertaklukkan. Seperti yang pernah dikatakan oleh Napoleon, ‘Apakah sejarah, selain dongeng yang disetujui?’ Berdasarkan sifatnya, sejarah selalu merupakan catatan dari satu sisi."

--Tokoh Leigh Teabing dalam novel karya Dan Brown, The Da Vinci Code.


Ah, aku harusnya belajar lebih serius di pelajaran Sejarah waktu SMA. Sepertinya hal-hal seperti ini banyak dibahas di bab-bab awal Sejarah kelas X. Sifat sejarah, fungsi sejarah, sumber-sumber sejarah, dan yah, maaf karena memoriku tertimbun sejarah pembentukan sel darah merah (yang juga penting).


Dulu aku memandang sejarah sambil lalu, sambil memikirkan Gerak Melingkar Berubah Beraturan yang lebih ditekankan oleh sekolah. Oke, aku tahu sejarah itu penting, sejarah itu seperti perjalanan hidup, tapi ya cuma seperti itu.


Dulu belum terpikir bahwa hidup ini seperti suatu siklus, apa yang terjadi sekarang mungkin sudah pernah terjadi di masa lalu. Rabies membuktikan. Sebagai re-emerging disease, dia ada, lalu hilang, tetapi muncul lagi. Atau siklus Polybius yang pernah diajarkan di kelas XII, yang menyatakan sifat kepemimpinan akan berputar dari monarki, tirani, aristrokrasi, oligarki, demokrasi, oklokrasi, lalu kembali ke monarki lagi. Sejarah berulang.


Dulu belum terpikir juga bahwa sejarah bisa diubah oleh sekelompok orang berkepentingan. Mengubah yang benar, atau menyembunyikan yang benar. Ini terjadi kok pada sejarah kesultanan Ustmani yang sangat berjaya di masa lalu (walaupun akhirnya kolaps). Sewaktu sekolah, seingatku hanya ada kisah tentang zaman prasejarah, lalu lompat ke masa Hindu-Budha. Bahkan ketika membahas masa Islam, sama sekali tidak disinggung tentang Ustmani. Walaupun tidak mendetail, malah sempat dibahas tentang Revolusi Industri. Lalu yang aku ingat hanya kisah-kisah perang dunia, kolonialisme di Indonesia, dan ya masuk ke orde lama-orde baru. Kalau tidak diceritakan oleh seorang ketua Rohis yang kebetulan sekelas dan maniak Ustmani, mungkin aku tidak tahu Eropa pernah masuk abad kegelapan.


Oke, sekarang aku bisa memahami perasaan guru Sejarahku yang sangat sensitif dengan kelakuan anak-anak IPA waktu itu. Anak-anak yang bertingkah seolah-olah kasta mereka lebih tinggi. Padahal ya biasa aja.


Aku berdoa semoga adik-adikku yang masih di bangku sekolah mendapat trigger untuk mempelajari Sejarah dengan serius. Mengapa? Yah, yakinlah ketika mereka masuk sekolah yang berhubungan dengan IPA, mereka butuh kemauan dan kerja agak keras untuk mendapatkan kuliah Sejarah.


(No, science is still my passion (yeah, at least my motoric cortex force me to write so). I just want to look at the other side for a while. It is human that makes science seems interesting, right?)


Already posted on my Tumblr
anggivish.tumblr.com

Seperti Itulah

Bayangkan kamu punya suatu barang. Kamu punya andil dalam pembuatan barang tersebut. Bayangkan barang itu adalah kreasimu, hasil pemikiran dari inspirasi-inspirasi yang datang padamu, dan dapat mengungkapkan apa yang kamu inginkan sebenarnya. Bagaimana rasanya? Bangga bukan? Hal itu akan terus merasuk di pikiranmu bahwa jerih payahmu menghasilkan sesuatu yang nyata. Entah bagaimana kata orang, baik ataupun buruk, tidaklah mengubah fakta bahwa barang itu adalah milikmu.

Bayangkan juga kamu dapat hidup dalam usia yang panjaaaaaaaaaang, sehingga dapat melihat bentuk selanjutnya dari kreasimu di masa depan. Walaupun banyak usulan membangun dan memodifikasi hasil karyamu sesuai dinamika waktu, karyamu tetap menjadi karyamu. Seyogjanya kamu tidak akan lupa. Seharusnya semangat itu akan terus ada ketika kamu berjumpa dengannya. Kamu bisa mengapresiasi lebih dari orang lain karena itu milikmu, sesuai dengan jiwa yang terbentuk di dalam tubuhmu, dan yang paling penting, kamu mengerti dan memahami.

Seperti itulah budayamu, kawan. Cobalah mengerti budaya-budaya luhur bangsamu karena itu lah milikmu. Percayalah jika kamu mau, memahaminya tidak akan butuh waktu lama. Jiwa itu sudah tertanam, sesuai dengan pondasi berpikir kita. Cobalah buka hati dan pikiran untuk apa yang menjadi milik kita. Ingat, milik kita, milik kita, milik kita. Bukalah untuk apa yang menjadi milik kita.

Ya, seperti itulah…

Pahamilah bahwa dibalik dua jam sendratari tidak hanya ada penari-penari. Lihatlah bagaimana cara mereka menyampaikan, membuat kita mengerti melalui keindahan, cara mereka berjuang, membuat tiap hembusan napas mempunyai arti, dan yang terpenting menunjukkan cinta dibalik itu semua.

Lihat…
Itu masih menjadi milikmu sekarang.

Yogyakarta, 11 April 2014
Pukul 23.20
Seusai menonton sendratari Ramayana yang memukau.

Already published on my Tumblr
anggivish.tumblr.com

Flashback Kembak part 4/4; Anatomist's Words

Minggu, 09 Februari 2014

Sekali waktu aku blogwalking ke blog teman seangkatanku. Dia ikut Kembak dan menceritakan tentang itu juga sama seperti blog ini. Bedanya, Kembak hanya jadi sebagian kecil di postnya tentang 2013. Namun ada tambahan di cerita Kembaknya, "Tapi biasa aja sih." Hmm... Pengalaman yang sama (mungkin nggak persis sih), tapi... tapi aku ngepost sampai empat part. Uyeah. Begitulah persepsi manusia berjalan. Jadi ingat di suatu perjalanan melewati Rembang bersama Om-ku (FYI, di Rembang banyak ladang garam). Om-ku bilang, "Tuhan hebat ya? Bisa adil. Bayangin aja. Para petani minta hujan terus, tapi kalau hujan terus, giliran pencari garam yang protes." Ya gitu deh. Jadi agak setuju kan blog ini pakai tagline "depend on your perspective"? Hehehe.

OK, back to topic.

Pagi terakhirku di Bumi Perkemahan Mangli diawali dengan wudhu untuk sholat Subuh pakai air mineral. Mungkin karena sirine tengah malam sebelumnya, kami setenda kompak telat bangun dan tidak akan cukup waktu untuk turun wudhu. Hahaha mungkin inilah kemah yang sesungguhnya.

Siapa yang Kapok Kembak?
Begitulah pidato penutup dari Ka-Prodi kami, dr. Erie. Beliau dosen Anatomi yang terkenal gemar menjelajah gunung. Jujur aja aku setengah kapok Kembak. Hahaha. It's actually out of my comfort zone. Tapi kalau suatu hari aku agak dipaksa kemah lagi, aku mau kok. (Note it: "agak dipaksa")

Oh ya, aku jadi ingat salah satu kakak pembimbingku di LKMM Dasar, Kak Kibi, pernah menulis status di Facebook:

Mahasiswa itu belum mahasiswa kalau belum ngerjain salah satu dari ini:
a. mendaki
b. touring
c. nulis KTI

Apakah aku sudah mahasiswa versi Kak Kibi?

Oke, mungkin masalahku adalah ketakutanku sendiri. Bahkan membayangkan aku mendaki gunung aja belum pernah. Ditambah film 5 cm yang malah bikin aku tambah males membayangkan gunung. Sebenarnya dalam hati yang terdasar dan tersempit ada sih keinginan menjelajah alam, tapi ya itu... dalam dan sempit. *alasan*

Mungkin Kembak adalah langkah awal gadis pemalas ini berkontak dengan alam. (Hahaha)
Sebagaimana sudah umum diketahui ya: langkah awal itu seberat batu, langkah selanjutnya........

Anyway, these are some snapshots of Kembak which I miss so.

Kebetulan habis pengajian di hutan. (Eh, nggak ding. Haha)


Bareng anakku (Eh, nggak juga ding. Haha). She is Syaffa, the most lovely girl in my batch.
Oh, what a sagged glasses!
And guess what's on my left hand. Yup! Power bank. It's so helpful.

A pathway to a joy

Oh, I miss this place. May be I'll go there again next two years. :)

When the night has come and the land is dark~ and the moon is the only light we see~
Now I won't be afraid~ Now I won't be afraid~
As long as, as you stand by me~


-anggi-
9Feb14
22:18


Flashback Kembak part 3/4; Thanks Astrid!

Selasa, 24 Desember 2013

Tiba-tiba kepikiran. Kenapa aku ngepost tentang Kembak dalam banyak part, dengan masing-masing part menceritakan hanya kejadian satu hari? Intervalnya lama pula. Keburu basi nggak sih?

Di satu sisi memang iya. Tapi di sisi lain, susah banget memotong cerita Kembak yang super banyak dan semuanya valuable. Basi? Mungkin kata yang lebih tepat adalah 'lama'. Ya, hitung-hitung membangkitkan kenangan yang hampir dilupakan pelaku-pelakunya karena tertutup aktivitas lain.

So, here we go...

Pagi itu lapangan di bumi perkemahan Mangli seperti lautan ungu. Aku dan teman-teman satu angkatan memakai kaos seragam Kembak yang berwarna ungu dan celana training FK Undip. Yes! We're going to explore the nature. Outbond maksudnya. Hehehe.

Setelah games untuk satu angkatan (masuk ke dalam lingkaran gitu) dan perang yel-yel masing-masing kelompok, dua per dua kelompok mulai berjalan ke pos-pos outbond. Di pos-pos itulah dua kelompok ini akan battle untuk menentukan pemenang. Kelompokku sendiri, Boyke Before Flower (BBF), akan melawan Parkinsonian, kelompok yang anggotanya agak "menjurus" (tafsirkan sendiri ya, hehe). Kita lihat saja, siapa yang lebih hebat.

BBF dan Parkinsonian

Untuk menuju pos pertama, jalannya begitu menanjak. Seperti biasa, aku selalu tertinggal. Haaah... Kawan-kawanku memang berbadan kuat. Setiap melangkah, aku berusaha untuk mencari pegangan. Entah pohon atau rumput. Serius deh, nanjak banget! Gambaran tempatnya juga seperti hutan beneran. Cuma ada pinus dimana-mana. Aku curiga, jangan-jangan pos-pos outbond tersebar sampai puncak gunung.

Well, akhirnya kami sampai di pos satu. Pos ini hanya butuh dua orang untuk bermain. Aturannya, satu orang ditutup matanya dan dia akan masuk ke arena yang penuh rintangan. Satu orang lainnya memberi petunjuk agar orang pertama sampai di garis finish dengan selamat. Duh, kedengarannya ngeri. Padahal rintangannya cuma tali rafia. Hahaha.

BBF memainkan Cis dan Zulham, sedangkan Parkinsonian memakai Bun dan Topher. Setelah perjuangan sengit dalam gelap, sayang sekali games ini dimenangkan oleh Parkinsonian. Yosh! Semangat, BBF! Masih banyak games menanti kita! Harus menang!

Kami berjalan lagi menuju pos berikutnya. Kali ini permainan menggunakan air dan balon.

Semangat BBF! Kita pasti bisa!

Yah... Tapi nasib berkata lain. BBF kalah lagi. Dan... Meskipun semangat terus kami kobarkan di sepanjang perjalanan, kami selalu kalah hingga games kelima. Huf...

Ekspresi kekalahan (?)

Nasib berbalik di tiga games terakhir.

Games berikutnya adalah memindahkan bola dengan piring. Karena games ini membutuhkan kesabaran dan kelembutan, pemainnya pun cewek semua. Set set set... BBF dengan mudah memimpin perolehan bola. Kak bro kami, Kak Riefky, berkata, "Wah... Kelompok kita udah pro." Pluk! Bola langsung jatuh! Tidaaaak tidaaaak....! Masa sih nasib nggak jadi berbalik? Kak Riefky sih. Cepet cepet ambil lagi!

Untungnya cewek-cewek BBF bisa menguasai emosi dan memenangkan pertandingan. Horee!!

Kemenangan pertama di games bola

Kemenangan kedua di games 'menebak harga'

Kemenangan ketiga di games 'koin di tepung'



Sambil menunggu kelompok lain yang belum selesai, saya berburu kamar mandi bersama Ria. Kali ini saya mandi di rumah warga. Baik kan? Kamar mandinya bersih pula.

Nah! Sudah bersih dan wangi. Sekarang saatnya latihan untuk pensi nanti malam. BBF akan menampilkan dance dari beberapa girlsband dan parodi iklan. Pada persiapannya, kami para cewek tidak mau tampil yang aneh-aneh. Jadi, kami mengambil role dance saja. Iklan-iklan biar para cowok yang memikirkan.

Kami juga tidak mengambil dance yang aneh (err... Gentleman misalnya). Mudah kok. Hanya Baby Baby Baby dan Nobody. Sisanya? Iklan-iklan aneh dan susah untuk diceritakan. Huf... Intinya Relly berubah jadi cantik. That's it! Menurutku itu yang paling fenomenal. Bahkan sampai beberapa hari setelah kembak, dia tetap dipanggil cantik. Hahaha.

Satu hal yang membuat aku lega adalah penampilan kami sukses! Yeee...! Kami maju di urutan kedua, jadi tinggal menikmati sisa malam dengan menonton kekonyolan kelompok lain.

Hoamm... Ngantuk juga rasanya. Empat belas kelompok rasanya nggak selesai-selesai. Akhirnya aku memutuskan untuk menyelinap sholat dulu. Tadi pensi mulai jam setengah tujuh, jadi belum masuk waktu Isya. Rencanaku ngajak temen entah siapa gitu, terus turun ke kamar mandi untuk wudhu, dan naik ke tenda untuk sholat. Sip!

Rencana tinggal rencana karena ternyata teman-temanku malah berencana sholat setelah pensi selesai. Tapi pikirku nanti pasti males banget kalau sudah larut malam dan mengantuk. Aku tetap berusaha mencari teman sholat. (Nggak berani sendirian, hehe). Sialnya, nggak ada yang mau. Aduh... Pilihannya antara turun wudhu dan naik sendiri di antara pinus-pinus rimbun nan gelap atau menunggu nanti setelah pensi. Aduh... Aku galau.

Tiba-tiba ada suara indah semerdu gemericik air (ah, lebay) yang berkata, "Ayo, Nggi. Aku temenin sholat!" Saat aku menoleh, ternyata itu Astrid. Dia adalah penganut Katolik yang taat, jadi aku agak nggak enak gitu. "Iya, beneran nggak papa. Sekalian aku mau ke toilet kok," katanya.

Akhirnya kami berjalan turun ke toilet. Setelah mengantri agak lama dan melakukan kegiatan kami masing-masing, kami naik lagi. Aku agak ragu untuk ke tenda karena kok kayak serem gitu jalannya. Nah! Tapi kami dicegat Kak Mustofa (kak bro kelompok lain) dan disuruh sholat di mushola darurat saja yang letaknya tidak sejauh tenda. Aku masih bersama Astrid. Dia ikut ke mushola darurat dan menunggui aku sampai selesai sholat! 

Ah, aku terharu. Kalau aku jadi Astrid dengan keegoisanku yang masih setinggi gunung, males amat deh. Dingin-dingin begini. Tapi dari Astrid aku belajar sesuatu. Hal kecil seperti menunggui orang sholat dapat berarti sangat besar dan hanya butuh kemauan untuk melakukannya. Thanks, Astrid!



-anggi-
24/12/2013
21:06



Eits! Ceritanya belum selesai sampai disini.

Baru sekitar dua jam aku tidur setelah pensi, tiba-tiba suara sirine berbunyi lagi. Tengah malam! Begitu aku sadar sepenuhnya, aku sudah berada di lapangan lagi. Aku benar-benar tidak ingat bagaimana bisa sampai disitu. Acara tengah malam itu menyentuh sekali. Kami membakar jagung dan bercerita-cerita tentang Kembak. Ada kedatangan tidak terduga dari dr. Erie, kaprodi kami, dan kembang api!

Hari itu benar-benar menyenangkan!


Flashback Kembak part 2/4; Advent Hilang!

Selasa, 10 Desember 2013

Send them your heart 
so they'll know that someone cares
so their cries in help will not be in vain
We can't let them suffer
No... We cannot turn away
Right now, they need a helping hand
(We Are The World 25 For Haiti)

Yes, for sure. We can't let people suffer. Jadi disinilah aku, berlatih untuk mengurangi "suffer" di masa depan. Acara Kemah Bakti (Kembak) hari pertama adalah bakti sosial.

Peserta Kembak yang terdiri dari dua ratusan orang angkatan 2012 dibagi menjadi tiga kelompok bakti sosial: Jika Aku Menjadi (JAM), penyuluhan, dan pengobatan massal. Kelompok-kelompok ini akan disebar di dua dusun. Kebetulan aku kebagian pengobatan massal di dusun yang dekat. Jadi, masih ada selang waktu agak lama antara bangun pagi dengan keberangkatan ke lokasi. Saat teman-teman yang kebagian tugas di dusun yang jauh sedang briefing dengan badan sudah bau wangi, aku malah survey tempat mandi di sekitar bumi perkemahan.

FYI, di bumi perkemahan itu hanya ada dua kamar mandi untuk anak-anak cewek. Jelaslah teman-temanku yang bangun jam 3 pagi menguasai kamar mandi. Aku tidak serajin itu, mamen. Untunglah Elyana memberi tahu dua pilihan kamar mandi lain. Agak jauh sih, tapi nggak antri dan nyaman. Semakin hari, pilihan kamar mandi akan semakin banyak karena warga sekitar baik hati memberi tumpangan mandi.

Oke, sekitar setengah delapan aku berangkat ke tempat pengobatan massal. Disana sudah disediakan lima pos untuk kami jaga: pos pendaftaran (tugasnya mencatat data-data pasien yang datang), pos vital sign (tugasnya memeriksa tekanan darah, denyut nadi, dan berat badan pasien), asisten dokter (tugasnya mendampingi dokter yang benar-benar memeriksa pasien. Jadi pos vital sign itu seperti memeriksa sayuran yang akan benar-benar "diolah" oleh dokter), pos farmasi (tugasnya meracik obat), dan yang terakhir runner (tugasnya menyalurkan rekam medis dan obat). Tidak hanya "nongkrong" di satu pos saja, kami akan digilir ke pos-pos lain setiap 15 menit. Biar ngerasain semua gitu deh.

Karena dulu aku sudah pernah ikut pengobatan massal yang diadakan BEM, Alhamdulillah aku jadi tidak terlalu kaget. Suara nadi yang berdenyut-denyut saat pemeriksaan tekanan darah pun terdengar jelas. Ini sering membuat ragu mahasiswa loh. Pada awal-awal kami praktik memeriksa tekanan darah, sering muncul kekhawatiran tidak terdengarnya suara nadi. Tapi setelah dicoba, ternyata tidak separah yang aku kira asal stetoskopnya berfungsi. Hehe. Kegiatan mencatat obat dan membaca resep pun berlangsung dengan baik walaupun harus sering tanya kakak pembimbing, "Dokternya nulis apa sih ini, Kak?" (Thanks to Kak Arip, Kak Agung, Kak Mawi, dan Kak Laura!)

Yang agak lucu adalah ketika pengobatan belum mulai, aku dan temanku, Topher ngobrol-ngobrol bareng seorang kakak cowok. Entah awalnya kami ngomongin apa, tiba-tiba kakak itu bilang, "Kayaknya aku perlu cek kromosom..." Eh? Buat apa? "Aku ngerasa kayak cewek. Buluku sedikit (sambil nunjukin tungkai bawah), jariku lentik, terus aku punya penyakit yang 98% penderitanya cewek. Nih... Aku yakin kukuku sama kukumu bagusan punyaku." I'm like frozen anyway. Menurutmu aku harus gimana? Tapi akhirnya si kakak bilang, "Aku masih suka cewek kok." Hahaha syukurlah...

(Foto penyuluhan di sekolah dasar. Karena yang saya mintai foto dapatnya penyuluhan, jadilah dia tidak punya foto pengobatan massal. Hehe.)

Kegiatan mengasyikan di sore setelah bakti sosial hanya lomba dengan ibu-ibu yang tinggal di dekat bumi perkemahan. Awalnya lomba joget berlangsung damai-damai aja, tapi setelah masuk ke lomba futsal, wuiih brutal semua. Aku lupa apa aku mandi sore itu, yang jelas kegiatan di malam hari lebih seru.

Malam itu kita semua menampilkan musik akustik per kelompok Kembak. Masih ingat kelompokku yang aku tulis di part 1 kan? Ya, BBF. Kami menyanyikan lagu-lagu dengan tema persahabatan. Aku masih ingat deh, lagunya Sherina, yaitu Ku Bahagia, diubah liriknya...
Walau pre-test susah, walau iden capek
Walau kuliah pun ngantuk
Rasa syukur ini karena bersama Radius susah dilupakan...
 Pas nyanyi baris terakhir itu nyes banget deh rasanya. Hahaha.

(Suasana akustikan)

Setelah semua kelompok tampil dengan meriah di tengah pepohonan rindang nan gelap, aku kira bakal ada renungan karena lilin-lilin mulai dibagikan dan dinyalakan. Tapi tiba-tiba kakak-kakak panitia pada ribut sendiri, "Temen kalian ada yang hilang dik..." "Kalian kurang satu, dik..." "Coba ditelepon..." seperti itu. Mulai terdengar bisik-bisik dari barisan melingkar kami. Teman-teman satu angkatanku mulai panik dan penasaran. Siapa yang hilang? Emang beneran dia hilang? Kok bisa hilang? Dia pergi kemana sih? Aduh, udah malem di tengah hutan begini, serem banget. Belum lama aku deg-deg-an, panitia sudah teriak-teriak lagi, "Eka Aryani mana? Eka hilang..." Loh? Kok udah tau? pikirku. Anehnya, Eka Aryani segera dilupakan seolah-olah sudah ketemu. Yang hilang ganti lagi, "Adventina dimana? Adventina hilang..." Jadi yang hilang itu siapa?

Hestu yang berdiri di belakangku dengan santainya berkata, "Kayaknya ini sandiwara. Nggak mungkin kan jumlahnya kurang satu terus cepet banget ketahuan siapa yang hilang?" Dan kayaknya banyak anak yang sependapat dengan Hestu. Kakak-kakak panitia yang teriak-teriak dan menambah suasana panik hanya dibalas dengan pandangan bengong oleh sebagian besar anak. Kemarahan mereka menjadi-jadi, bahkan saling menyalahkan. Kakak-kakak juga akhirnya menyalahkan kami sebagai akibat perpecahan mereka. Dibilangnya kami nggak setia, nggak khawatir teman hilang, nggak berusaha nyari, dan lain sebagainya. Well, andai Advent benar-benar hilang, aku juga nggak bakal berani ikutan nyari. Salah salah malah aku juga hilang. Iya kan? Jadi yang aku lakukan cuma berdiri anteng di barisan dan menahan dinginnya angin tengah malam.

Waduuuh...
Aku jadi bingung bagaimana mengakhiri tulisan ini. Gabungan angin tengah malam yang lembap dan dingin, serangan kantuk, dan kakak-kakak yang masih berteriak-teriak sepertinya membawa kesadaranku agak turun. Akhirnya Advent ditemukan dan kakak-kakak memberi wejangan-wejangan. Intinya jangan sampai terpecah belah antar-teman satu angkatan karena hilang satu orang saja, angkatan itu tidak akan terasa sama lagi. Pesan yang bagus dan disajikan sedemikian hingga penyampaiannya pun cukup bagus. Entahlah. Kesadaranku sudah tidak 100% full, ingat?

Ya begitulah... Hari itu mengajarkan bahwa pengalaman memang guru yang paling berharga. Belajarlah dari pengalaman. Tapi bukan berarti kalau belum berpengalaman tidak belajar loh ya...

(Tepat sebelum kepanikan "Advent hilang!")



-anggi-
11/12/2013
00.13


Flashback Kembak part 1/4; Teman-teman Kembak

Kamis, 21 November 2013

Pagi itu aku dibangunkan oleh suara sirine. Sebelum membuka mata, aku merasa kok kasurku nggak seempuk sebelumnya. Bau ruangan itu juga agak apek. Barulah detik berikutnya aku sadar aku berada sejauh 82 km dari rumahku di Semarang! Di ketinggian sekitar 1200 dpl bersama pohon-pohon karet inilah greatest adventure of the year akan dimulai hari itu. Desa Mangli, Kabupaten Magelang, what you offer to me?

Ini pertama kali aku kemah menggunakan tenda yang benar-benar tenda. Di kemah-kemah sebelumnya, entah itu di SMP atau SMA, tendanya berupa barak. Jadi ini benar-benar tidur di tengah alam. Walaupun bukan aku yang mendirikan tenda (big thanks to panitia Kembak dan kakak-kakak Maladica!), tetap saja ini pertama kali aku tidur di tenda!

Kemah ini bertajuk Kemah Bakti (Kembak) 2013. Suatu acara kemah dan bakti sosial yang pesertanya mahasiswa semester 3 di jurusanku dan panitianya mahasiswa 2 tingkat di atasnya. Persiapan pra-kembak sebenarnya sudah dimulai berbulan-bulan sebelum hari H. Teman-teman satu angkatanku yang berjumlah 217 orang dibagi menjadi empat belas kelompok. Jadi... Terdamparlah aku di kelompok 13 bersama lima belas orang yang lain, kak bro: Kak Riefky, dan kak sist: Kak Dina.

BBF. 
Dari kiri, atas: Relly, Cis, Zulham, Dwi, Kak Riefky, Umar, Amel, Ria, Gina, aku, Yethie
Bawah: Cindy, Intan, Dida, Gaza, Kak Dina, Astrid

Pembagian kelompok ini benar-benar acak. Bahkan aku merasa jarang mengobrol dengan beberapa orang dari kelompokku selama ini. Pernah juga aku berpikir, "Ih, kok aku sekelompok sama dia sih?" atau "Aduh gimana cara ngomong sama orang nyeremin kayak dia?" atau "Kenapa sih kelompokku susah kumpul?" dan pikiran-pikiran yang lain.

Tapi... Inilah gunanya ada panitia. Hahaha.

Dalam waktu berbulan-bulan itu, kami diberi tugas-tugas yang ringan tapi rempong. Mulai dari latihan memberi pengobatan dan penyuluhan, wawancara dosen dan kakak tingkat, membuat jargon, menyiapkan pensi untuk ditampilkan waktu kembak, menyiapkan barang-barang, dan tidak lupa menamai kelompok. Aku jadi merasa klop dengan kelompokku itu walaupun aku rasa karakter masing-masing dari kami bener-bener beda. Ada Dida, Cindy, dan Yethie yang gaul banget; Astrid dan Cis yang pinter; Zulham, Relly, dan Gaza yang agak aneh; Amel dan Dwi yang pendiem; Ria yang ceriwis banget; si komting Umar; dan juga Intan, Ifa, dan Gina. Lama-lama obrolan kita nyambung dan jadi ada rasa seneng kalau kumpul bareng mereka. Kesan awal yang nggak enak sedikit demi sedikit hilang. Oh iya, karena nama kelompok harus terinspirasi dari nama dokter, akhirnya kami menamai kelompok kami BBF: Boyke Before Flower. (Aku nggak tahu apa yang ada di pikiran mereka. Terinspirasi dari dr. Boyke??? Yah, if you know what I mean lah.)

Setelah kumpul di kampus. I don't have any idea about that 'style'. XD

Saat hari H tiba, kami berangkat dari kampus kami di bumi Tembalang, Semarang pukul setengah enam sore. Kami satu bis dengan kelompok 14: Extra Jose (coba tebak dokter siapa yang menginspirasi mereka?). Anak-anak cowok langsung menggelar konser akustik di belakang. Tempat dudukku yang juga di belakang ditambah teman sebelahku, Ria, yang suka ngoceh (hehe, peace, Ri!) bikin aku nggak bisa tidur. Padahal anak-anak lain tidur.

Sebelum berangkat. Di depan kampus FK Undip.

Sampai di sana, kami masih harus berjalan sekitar 2 km ke bumi perkemahan. Terima kasih untuk anak-anak cowok BBF karena mau membantu kami, anak-anak cewek membawa barang-barang kami yang rempong. Hiks, aku terharu (haha lebay).

Sebelumnya juga sudah dibagi kelompok tenda. Lagi-lagi benar-benar acak. Tapi kayaknya aku udah agak pinter menyesuaikan diri. Hehehe. Kan udah latihan sama BBF. Satu tenda berisi tujuh orang. Selain aku, di tendaku ada Ria (nggak tahu kenapa aku selalu kebagian sama dia), Mita, Josephine, Ratih, Yustina, dan Fiqih. Kami berbagi tempat, senter, dan tentu saja kehangatan. Iya loh, mungkin kalau tidurnya tidak sempit-sempitan kami bakal kedinginan.

Dan disitulah aku pagi itu. Bangun dari dalam sleeping bag di pagi buta bersama teman-teman setendaku. Kalau di rumah tinggal jalan 10 langkah ke kamar mandi, di Mangli harus menuruni bukit dulu. Ya! Semangat! Pengalaman seru akan didapatkan tiga hari ke depan!


Before you, I only dated self 
indulgent takers who took all of their problems out of me
But you carry my groceries and now I'm always laughing
and I love you because you have given me no choice but to

stay stay stay
I've been loving you for quite some time time time
You think that it's funny when I'm mad mad mad
But I think that it's best if we both stay stay stay

(Taylor Swift - Stay Stay Stay)


-anggi-
22/11/2013
10:59



Afternoon Talk

Kamis, 29 Agustus 2013

Kalau kamu sudah siap menjalani hari-hari sebagai mahasiswa kedokteran, satu lagi yang perlu kamu siapkan: keluargamu. Tentang sekolah yang lebih lama dari yang lain, perjuangan yang belum berhenti setelah lulus, long-life learner, dan hal-hal semacam itu. Saya yakin sih bidang non kedokteran pun ada kegalauan semacam ini. Tentu saja berbeda-beda cara menanganinya.

Ibu  : "Wah, hebat ya anaknya Pak X. Kuliah diploma tiga tahun, cumlaude, sekarang direkrut Petronas dan disekolahin lagi. Kalau anaknya Bu Y, satu almamater sama ibu. Sekarang dia kerja di Qatar."

Aku  : (setel soundtrack Ada Band. Terdiam... Hanya bisa diam... Dingin menyerang...) (nyari maksud tersembunyi dari omongan ibu)

Ibu  : "Beda lagi sama anaknya Pak Z, lulus SMK, pinter, terus disekolahin ASTRA di Jepang. ..."

Aku  : "Err... Bu. Tapi aku beda sama mereka loh ya. Sekolahku bakal sedikit lebih lama. Nanti tempat kerjaku juga beda, bukan keluar, tapi ke dalem. Ke tempat-tempat yang lebih 'dalem' di Indonesia. Jadi... Tolong jangan disama-samain."

(hening beberapa detik)

Ibu  : "Iya. Masalah rezeki nggak usah kamu pikir. Udah ada Yang Ngatur. Pikir aja gimana kamu mengabdi di masyarakat. Sudah."


Yosh! Yosh! Ternyata keluarga saya sudah siap. Tinggal mempersiapkan diri lebih dari yang sekarang. Saat pertama menentukan jurusan di kedokteran, rasanya cuma pengen-pengen aja. Kalau ditanya kenapa pengen masuk kedokteran, biasanya jawabannya standar antara "Ingin mengabdi pada masyarakat..." atau "Terinspirasi dari dokter lain..." atau malah "Ingin menghindari Matematika..." hahaha. Yah, semacam itulah. Tapi ya, setelah masuk kedokteran dan Alhamdulillah besok Senin udah masuk semester 3, ternyata kedokteran lebih jauh dari itu. Maknanya lebih dalem. Apa itu? Saya belum berani bilang. Mungkin di post-post pas saya di semester yang lebih tinggi, saya bisa jawab lebih bagus.

Oh ya, setelah afternoon talk yang itu, ibu saya jadi jarang ngomongin anak-anak orang lain. Hehehe.


"Idealisme itu bisa berubah." -dr. Djoko, dosen Kewarganegaraan


-anggi-
29/8/2013
14:49
-
 Picture: Sena Maria in Saijou no Meii/The Best Skilled Surgeon by Hashiguchi Takashi
 

2009 ·Semanggi 4 Jari by TNB